Indonesia terus menghadapi masalah dalam keamanan cyber, seperti yang diungkapkan Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja. Kasus penyadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2013 menunjukkan kekurangan dalam sistem keamanan cyber yang belum sepenuhnya diatasi. Baru-baru ini, peretasan ransomware pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) menegaskan perlunya pembenahan dan penambahan backup data sebagai langkah preventif.
Definisi
Artikel ini membahas kritik dari Ardi Sutedja, Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), mengenai kekurangan pembelajaran Indonesia dalam keamanan cyber sejak kasus penyadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2013. Fokus utama artikel ini adalah bagaimana peretasan data yang terjadi pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) menggambarkan kegagalan berulang dalam mengelola keamanan cyber di Indonesia dan respons pemerintah terhadap tantangan ini.
Tujuan
Tujuan artikel ini adalah untuk mengidentifikasi kelemahan dalam sistem keamanan cyber Indonesia yang terus berulang, mengulas dampak dari peretasan terbaru pada PDNS, dan menyoroti langkah-langkah yang di ambil oleh pemerintah untuk memperbaiki sistem keamanan cyber. Artikel ini juga bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai perlunya pembenahan sistem keamanan cyber dan pentingnya pengadaan cadangan data di masa depan.
Penjelasan
Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja, mengkritik ketidakmampuan Indonesia dalam memperbaiki keamanan Cyber setelah insiden penyadapan terhadap Presiden Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, yang terungkap pada tahun 2013. Menurut Ardi, insiden penyadapan yang melibatkan badan intelijen Australia dan bocoran dari NSA oleh Edward Snowden menunjukkan bahwa Indonesia belum belajar dari kesalahan tersebut.
Ardi menyatakan bahwa kecerobohan dalam keamanan Cyber terus berulang, seolah-olah Indonesia tidak pernah belajar dari pengalaman sebelumnya. Saat ini, masalah tersebut semakin di perburuk oleh peretasan terbaru pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang melibatkan ransomware Brain Chiper. Data di PDNS tidak bisa di pulihkan karena telah di hapus, dan proses pemulihan manual memerlukan waktu yang lama.
Ardi menilai bahwa Indonesia harus segera melakukan pembenahan mendasar agar kejadian serupa tidak terjadi di masa depan. Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menjelaskan bahwa tidak adanya kewajiban untuk menyediakan backup data di PDN sebelumnya di sebabkan oleh masalah anggaran. Namun, sebagai respons terhadap insiden ini, Budi Arie menyatakan bahwa kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah akan di wajibkan untuk memiliki cadangan data. Keputusan Menteri (Kepmen) terkait hal ini akan segera di terbitkan, dengan tenggat waktu paling lambat Senin depan.
Penting bagi pemerintah, dan lembaga terkait untuk segera mengambil langkah-langkah efektif dalam memperbaiki sistem keamanan. Cyber agar insiden serupa tidak terulang dan data publik yang penting dapat terlindungi dengan baik.
Baca Juga: Tren Penyelesaian Sengketa Pajak (SP) Faktor Penyebab Dan Efektivitas Pendekatan Litigasi
Kesimpulan
Indonesia terus menghadapi masalah dalam keamanan siber, seperti terlihat dari insiden peretasan. PDNS yang mengakibatkan data tidak bisa di pulihkan, Kritik Ardi Sutedja menunjukkan perlunya perbaikan sistem keamanan siber. Sementara langkah pemerintah untuk mewajibkan backup data di harapkan mencegah kejadian serupa di masa depan.
Hot Line : (+62) 21-8690-9226
WhatsApp : 0817-9800-163
HP : 0817-9800-163
Email: info@binacitraglobal.com