Pajak Untuk P2P Lending: Peraturan Terbaru

P2P Lending

Perkembangan teknologi finansial di Indonesia telah mendorong popularitas layanan Peer-to-Peer (P2P) Lending sebagai alternatif investasi dan sumber pendanaan. Seiring dengan pertumbuhan ini, pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69/PMK.03/2022 (PMK 69/2022) telah menetapkan ketentuan perpajakan yang mengatur penghasilan dari aktivitas P2P Lending.

Pengenaan Pajak Atas Bunga P2P Lending

Dalam skema P2P Lending, pemberi pinjaman (lender) memperoleh penghasilan berupa bunga dari dana yang dipinjamkan kepada penerima pinjaman (borrower). Menurut PMK 69/2022, penghasilan bunga ini dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Lender Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Bunga yang diterima dikenakan PPh Pasal 23 dengan tarif 15% dari jumlah bruto bunga. Pemotongan pajak dilakukan oleh platform P2P Lending yang terdaftar atau memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

  • Lender Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) selain BUT

Bunga yang diterima dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif 20% dari jumlah bruto bunga atau sesuai dengan tarif yang ditetapkan dalam perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaty) antara Indonesia dan negara domisili lender. Pemotongan pajak juga dilakukan oleh platform P2P Lending.

Apabila pembayaran bunga dilakukan melalui platform yang tidak terdaftar atau tidak memiliki izin dari OJK, kewajiban pemotongan pajak berada pada penerima pinjaman (borrower).

Baca Juga: Pajak Atas Jasa Freelance: Panduan Bagi Pekerja Kreatif

Kewajiban Pelaporan Bagi Lender

Lender wajib melaporkan penghasilan bunga yang diterima dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan. Penghasilan ini dilaporkan sebagai bagian dari Penghasilan Neto Dalam Negeri Lainnya dan akan digabungkan dengan penghasilan lain untuk perhitungan pajak terutang sesuai dengan tarif progresif yang berlaku. PPh Pasal 23 yang telah dipotong oleh platform P2P Lending dapat dikreditkan untuk mengurangi jumlah pajak yang terutang.

Contoh Penghitungan Pajak

Misalkan, seorang lender memberikan pinjaman sebesar Rp100.000.000 melalui platform P2P Lending dan menerima bunga sebesar Rp10.000.000 dalam satu tahun. Jika lender merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri, platform akan memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x Rp10.000.000 = Rp1.500.000. Lender akan menerima bunga bersih sebesar Rp8.500.000 dan mendapatkan bukti pemotongan pajak sebesar Rp1.500.000 yang dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan.

Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Selain PPh, PMK 69/2022 juga mengatur bahwa jasa yang disediakan oleh platform P2P Lending merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dengan demikian, platform P2P Lending wajib memungut PPN atas jasa yang mereka berikan kepada pengguna layanan.

Penerimaan Negara Dari Pajak P2P Lending

Menurut data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), penerimaan pajak dari sektor fintech, termasuk P2P Lending, menunjukkan tren peningkatan. Hingga Agustus 2024, penerimaan pajak dari sektor ini mencapai Rp2,43 triliun, yang terdiri dari PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp765,27 miliar, PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp354,2 miliar, dan PPN dalam negeri atas setoran masa sebesar Rp1,31 triliun.

Kesimpulan

Dengan adanya PMK 69/2022, pemerintah berupaya memberikan kepastian hukum dan kemudahan administrasi dalam pemenuhan kewajiban perpajakan atas transaksi dalam penyelenggaraan teknologi finansial, khususnya P2P Lending. Lender dan platform P2P Lending diharapkan memahami dan mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku untuk memastikan kepatuhan dan kontribusi terhadap penerimaan negara.

Sumber:

Hubungi Kami:

Hot Line : (+62) 21-8690-9226

WhatsApp : 0817-9800-163

HP : 0817-9800-163

Email: info@binacitraglobal.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top