Kontroversi Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi PT Timah Tbk Kerugian Lingkungan vs Kerugian Negara

Korupsi PT Timah

Kasus korupsi yang melibatkan PT Timah Tbk dari tahun 2015 hingga 2022 menjadi sorotan publik. Dengan estimasi kerugian negara mencapai Rp 271 triliun, menjadikannya salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia. Perkiraan kerugian ini berasal dari kerusakan lingkungan yang terjadi, khususnya di hutan Bangka Belitung.

Definisi

Kasus Korupsi PT Timah Tbk merujuk pada dugaan tindakan korupsi yang melibatkan PT Timah Tbk dari tahun 2015 hingga 2022. Di mana diduga terdapat penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp 271 triliun. Kasus ini melibatkan dugaan kerusakan lingkungan yang luas di Bangka Belitung akibat aktivitas perusahaan.

Tujuan

  • Menegakkan Hukum: Tujuan utama adalah untuk menegakkan hukum terhadap pelaku korupsi dan memastikan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya negara.
  • Melindungi Lingkungan: Memastikan bahwa kerusakan lingkungan akibat aktivitas korupsi di tangani secara hukum dan memperbaiki dampak negatif terhadap ekosistem.
  • Meningkatkan Transparansi: Mewujudkan transparansi dalam penilaian kerugian negara dan proses perhitungan yang melibatkan berbagai pihak. Termasuk ahli lingkungan dan badan pemeriksa keuangan. Selanjutnya

Manfaat

  • Keberlanjutan Lingkungan: Mengatasi dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang di akibatkan oleh korupsi, mendukung upaya pelestarian lingkungan.
  • Pencegahan Korupsi: Mengirimkan pesan bahwa tindakan korupsi akan di tindak tegas, berfungsi sebagai deterrent bagi pelaku korupsi di masa depan.
  • Peningkatan Akuntabilitas: Mengedukasi dan memperjelas peran masing-masing pihak dalam menentukan dan menangani kerugian negara, serta memperbaiki sistem pengawasan dan penilaian kerugian negara. Selanjutnya

Baca Juga: KPK Mulai Penyidikan Kasus Dugaan Korupsi Penyaluran Kredit Ekspor di LPEI

Penjelasan

Isu ini menuai perdebatan mengenai apakah kerugian lingkungan dapat di hitung sebagai kerugian negara. Menurut Agus Joko Pramono, Guru Besar Universitas Jenderal Soedirman dalam bidang Ilmu Akuntansi Sektor Publik, kerugian negara dalam konteks kerugian lingkungan tidak termasuk dalam definisi kerugian negara menurut Undang-Undang Keuangan Negara atau Perbendaharaan Negara. Agus menjelaskan bahwa definisi kerugian negara menurut undang-undang mencakup kekurangan uang, surat berharga, atau barang milik negara yang nyata dan pasti jumlahnya akibat perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, angka Rp 271 triliun tidak sesuai dengan definisi tersebut.

Pada 19 Februari 2024, Kejaksaan Agung melibatkan Bambang Hero Saharjo, ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor, untuk menghitung kerugian yang di sebabkan oleh dugaan korupsi di PT Timah Tbk. Bambang memperkirakan kerugian mencapai Rp 271 triliun, yang sebagian besar di akibatkan oleh kerusakan hutan. Namun, metode penghitungan ini mendapatkan kritik dari sejumlah pakar. Andri Gunawan Wibisana dari Center for Environmental Law and Climate Justice menilai bahwa kerusakan lingkungan tidak otomatis bisa di kategorikan sebagai kerugian negara dalam konteks tindak pidana korupsi.

Nella Sumika Putri, pakar hukum pidana dari Universitas Padjadjaran Bandung, menegaskan bahwa badan yang berwenang menghitung kerugian negara dalam kasus korupsi adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bukan ahli lingkungan seperti Bambang Hero. Hal ini menimbulkan kebingungan mengenai peran Bambang dalam proses tersebut.

Polemik ini menunjukkan perlunya kejelasan mengenai penggunaan dampak lingkungan sebagai dasar untuk menentukan kerugian negara dalam kasus korupsi serta peran yang tepat dari instansi terkait dalam menangani isu ini. Selanjutnya

Kesimpulan

Kasus korupsi di PT Timah Tbk dari 2015 hingga 2022, dengan dugaan kerugian negara mencapai Rp 271 triliun, menjadi sorotan utama. Ada perdebatan mengenai apakah kerusakan lingkungan dapat di anggap sebagai kerugian negara sesuai Undang-Undang Keuangan Negara. Meskipun ahli lingkungan memperkirakan kerugian sebesar itu, beberapa pihak mengkritik metode penghitungan dan penetapan kerugian, yang seharusnya di lakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bukan oleh ahli lingkungan. Kontroversi ini menyoroti perlunya klarifikasi tentang peran lembaga terkait dalam penilaian kerugian negara.

HUBUNGI KAMI :

Hot Line : (+62) 21-8690-9226

 WhatsApp : 0817-9800-163

 HP : 0817-9800-163

Email: info@binacitraglobal.com

Sumber

https://nasional.kontan.co.id/news/menyoal-kerugian-negara-yang-capai-rp-271-triliun-di-kasus-dugaan-korupsi-pt-timah

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top