Transaksi merger dan akuisisi merupakan strategi umum yang digunakan perusahaan untuk memperluas bisnis, mengakses teknologi, atau memasuki pasar baru. Tapi di balik potensi keuntungannya, ada satu hal penting yang tidak boleh diabaikan: aspek perpajakan.
Tanpa analisis pajak yang matang, transaksi ini bisa menimbulkan konsekuensi fiskal yang serius. Oleh karena itu, memahami poin-poin penting dalam pajak merger dan pajak akuisisi menjadi krusial agar keputusan bisnis tetap aman dan efisien dari sisi fiskal.
Jenis Transaksi: Akuisisi Saham atau Aset?
Transaksi dapat dilakukan dalam dua bentuk utama: akuisisi saham (share deal) dan akuisisi aset (asset deal). Pemilihan bentuk ini akan memengaruhi struktur perpajakan secara langsung.
- Pada akuisisi saham, pembeli mengambil alih kepemilikan perusahaan melalui penguasaan saham.
- Pada akuisisi aset, pembeli hanya mengambil bagian tertentu dari bisnis, seperti mesin, hak paten, atau properti.
Pilihan ini akan memengaruhi pajak yang timbul, seperti pajak akuisisi atas aset tetap, pengenaan PPN, dan hak atas penyusutan atau amortisasi di masa depan.
Pajak Penghasilan atas Transaksi Akuisisi
Transaksi M&A berpotensi menimbulkan penghasilan bagi pihak penjual, yang berarti juga memunculkan kewajiban PPh Badan atau PPh Final. Misalnya, penjualan tanah atau bangunan akan dikenai PPh Final Pasal 4 ayat (2), sedangkan penjualan saham dapat dikenai tarif final berdasarkan aturan transaksi.
Bagi pembeli, penting untuk menilai dampak fiskal jangka panjang seperti hak atas depresiasi aset yang diakuisisi, atau kemungkinan menggunakan rugi fiskal dari perusahaan target untuk mengurangi beban pajak di masa mendatang.
Inilah mengapa pemahaman soal pajak merger dan pajak akuisisi harus menjadi bagian dari strategi sejak awal proses transaksi.
Due Diligence Pajak Transaksi: Wajib Dilakukan
Sebelum transaksi diselesaikan, perusahaan pembeli harus melakukan proses yang disebut due diligence pajak transaksi. Ini adalah pemeriksaan menyeluruh terhadap kondisi perpajakan perusahaan target, termasuk:
- Riwayat pelaporan dan pembayaran pajak
- Sengketa pajak yang masih berjalan
- Potensi koreksi dari pemeriksaan sebelumnya
- Validitas insentif perpajakan yang sedang berlaku
Jika aspek ini diabaikan, pembeli bisa saja mewarisi utang pajak yang cukup besar—dan bisa menjadi beban tak terduga pasca akuisisi.
Revaluasi Aset dan Dampaknya terhadap Pajak
Dalam transaksi asset deal, aset yang diakuisisi bisa dicatat ulang menggunakan nilai pasar terkini (fair value). Strategi ini dapat membuka ruang efisiensi pajak melalui perhitungan depresiasi atau amortisasi yang lebih tinggi, namun juga dapat menimbulkan beban pajak baru saat aset dijual kembali.
Oleh karena itu, aspek ini harus dihitung dan disesuaikan dengan strategi perpajakan perusahaan jangka panjang.
PPN dalam Pengalihan Aset Usaha
Pengalihan aset dalam transaksi merger atau akuisisi bisa memicu kewajiban PPN, kecuali jika transaksi tersebut memenuhi syarat sebagai transfer of going concern (TOGC).
Jika seluruh atau sebagian besar unit usaha yang masih berjalan dialihkan, maka transaksi dapat dikecualikan dari pengenaan PPN. Namun, tidak semua transaksi secara otomatis dianggap TOGC—dokumen dan struktur transaksi harus mendukungnya.
Insentif Pajak dan Implikasinya dalam M&A
Banyak perusahaan yang menjadi target akuisisi sedang atau pernah menikmati insentif pajak seperti tax holiday, super deduction R&D, atau fasilitas dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Perubahan struktur kepemilikan akibat transaksi merger atau akuisisi bisa menyebabkan insentif tersebut tidak berlaku lagi, kecuali dilakukan pengurusan ulang. Oleh karena itu, penting untuk memverifikasi kelayakan insentif dan kelengkapan pelaporan administratifnya.
Peran Konsultan Pajak dalam Merger dan Akuisisi
Mengelola aspek perpajakan dalam M&A bukan pekerjaan sederhana. Konsultan pajak berperan penting dalam membantu perusahaan:
Menentukan Struktur Transaksi yang Paling Efisien
Konsultan akan membandingkan berbagai skenario transaksi dan memberikan rekomendasi mana yang paling efisien dari sisi pajak merger atau pajak akuisisi, baik melalui pembelian saham maupun aset.
Melakukan Due Diligence Pajak Transaksi
Dengan pengalaman teknis dan akses ke data yang relevan, konsultan akan melakukan due diligence pajak transaksi untuk menilai seluruh potensi risiko fiskal yang tersembunyi dalam perusahaan target.
Menjaga Keberlanjutan Insentif Pajak
Konsultan juga bertanggung jawab untuk memastikan insentif yang dimiliki entitas target tetap dapat digunakan pasca transaksi, termasuk menyesuaikan syarat administrasi yang diperlukan.
Merancang Skema Pajak yang Aman dan Legal
Setiap transaksi harus mematuhi regulasi, tapi juga tidak membebani bisnis. Di sinilah konsultan pajak berperan menyusun skema yang sesuai aturan, namun tetap optimal dari sisi fiskal.
Studi Kasus: Akuisisi Startup Teknologi
Sebuah perusahaan logistik digital bernama MoveLogi ingin mengakuisisi startup teknologi SmartTrack, yang mengembangkan sistem pelacakan real-time untuk distribusi barang.
Sebelum transaksi berlangsung, tim konsultan melakukan due diligence pajak transaksi dan menemukan bahwa SmartTrack memiliki sengketa pajak atas pemanfaatan super deduction R&D. Konsultan menyarankan agar transaksi dilakukan lewat share deal, bukan asset deal, agar tidak kehilangan insentif dan terhindar dari pengenaan PPN atas aset TI yang cukup mahal.
Berkat strategi ini, proses akuisisi berjalan lancar, tidak menimbulkan beban pajak tambahan, dan integrasi usaha bisa langsung dilakukan.
Kesimpulan
Transaksi merger dan akuisisi bukan sekadar soal ekspansi bisnis. Ada risiko fiskal yang bisa berdampak besar jika tidak dianalisis sejak awal. Dengan memperhatikan bentuk transaksi, menghitung potensi pajak, dan menjalankan due diligence pajak transaksi, perusahaan bisa menghindari masalah dan mengoptimalkan manfaat jangka panjang.
Melibatkan konsultan pajak yang berpengalaman akan membantu memastikan bahwa strategi bisnis selaras dengan struktur pajak yang legal, efisien, dan berkelanjutan.