Transfer pricing bukan sekadar isu pajak. Cara Anda menetapkan harga antar‑entitas group akan “mengalir” ke laporan laba rugi (pendapatan, HPP/margin), neraca (persediaan, piutang/hutang antar‑perusahaan), arus kas (pajak kini), hingga pengakuan pajak tangguhan dan cadangan ketidakpastian pajak. Karena itu, TP‑Doc yang kuat bukan hanya alat kepatuhan; ia adalah jembatan antara pajak dan laporan keuangan yang menjaga akurasi kinerja dan mengurangi risiko koreksi.
Jalur Teknis: dari Transfer Pricing ke Angka di Laporan
Pendapatan, HPP, dan Persediaan
Harga jual internal menentukan besar kecilnya pendapatan penjual dan HPP pembeli. Dalam konsolidasi, transaksi internal memang dieliminasi, tetapi laba yang belum terealisasi di persediaan akhir harus dihapus sehingga memengaruhi margin konsolidasi periode berjalan. Jika barang yang dibeli secara intragroup belum terjual ke pihak eksternal di akhir periode, bagian laba internal yang masih “menempel” pada persediaan akan dieliminasi (menambah HPP konsol). Ini bersandar pada mekanik IFRS (IAS 2 untuk persediaan) dan praktik eliminasi konsolidasi.
Pelaporan segmen
Walau konsolidasi menghapus angka intragroup, kinerja segmen (IFRS 8) sering disajikan sebagaimana yang dilihat chief operating decision maker (CODM). Artinya, kebijakan transfer pricing memengaruhi laba masing‑masing segmen, alokasi sumber daya, dan evaluasi manajerial—relevan untuk analisis profitabilitas internal serta catatan rekonsiliasi ke laporan utama. Ini salah satu “jalan masuk” dampak transfer pricing pada profit yang kerap terlewat.
Dampak Pajak Kini & Pajak Tangguhan (IAS 12)
Penetapan transfer pricing menentukan laba kena pajak di tiap yurisdiksi (pajak kini). Jika kebijakan Anda agresif dan kemudian ditantang otoritas pajak, Anda mungkin perlu membentuk cadangan ketidakpastian pajak (IFRIC 23) yang langsung memukul beban pajak dan laba bersih. IFRIC 23 memandu bagaimana mengukur pajak saat perlakuan pajak uncertain (misalnya, penyesuaian TP yang berpotensi)—apakah memakai expected value atau most likely amount. Dampaknya adalah naik turunnya beban pajak kini/ tangguhan dan kemungkinan pengakuan liabilitas tambahan.
TP‑Doc yang Kuat = Pertahanan Angka Laporan
Secara global (OECD BEPS Aksi 13), dokumentasi Master File / Local File / CbCR adalah dasar menjelaskan siapa melakukan apa (fungsi, aset, risiko), metode harga, dan pembanding. Ini tidak hanya kebutuhan pajak; kualitas TP‑Doc laporan keuangan berbanding lurus dengan keyakinan auditor dan manajemen atas kewajaran margin yang dipresentasikan. Di Indonesia, PMK 172/2023 memperbarui cakupan Local File (mulai tahun pajak 2024) dan menegaskan DJP bisa meminta TP‑Doc dan wajib diserahkan maksimal 1 bulan sejak permintaan untuk keperluan pengawasan/ pemeriksaan—ketidakpatuhan jelas berimplikasi ke beban pajak dan potensi koreksi yang harus dicerminkan di laporan.
Contoh Dampak Transfer Pricing Saat Inventaris Belum Dijual
Bayangkan PT A (produsen lokal) menjual barang kepada PT B (distributor wilayah) seharga Rp1.200.000 per unit padahal harga pokok produksi hanya Rp1.000.000. Artinya, terdapat laba internal sebesar Rp200.000 per unit. Misalkan PT B belum menjual separuh barang itu ke pasar luar sampai akhir tahun. Dalam laporan konsolidasi, laba internal Rp200.000 per unit hanya akuntabel jika barang tersebut sudah dijual ke pihak luar. Karena sebagian masih disimpan, maka laba internal sebesar Rp100.000 untuk barang yang belum terjual itu harus dieliminasi. Akibatnya, laba konsolidasi atas transaksi ini turun, dan nilai persediaan konsolidasi di neraca menyesuaikan ke harga pokok (Rp1.000.000).
Dari sisi pajak, PT A mungkin telah membukukan pajak atas laba internal itu. Namun dalam konsolidasi, laba tersebut dieliminasi—menimbulkan temporary difference, yang menurut prinsip akuntansi pajak (IAS 12) harus dicatat sebagai liabilitas pajak tangguhan (deferred tax liability) berdasarkan tarif pajak efektif. Dengan asumsi tarif pajak 25%, liabilitas karena unrealized profit Rp100.000 adalah sebesar Rp25.000. Ketika barang itu akhirnya dijual ke pihak luar (misalnya di tahun berikutnya), laba baru diakui dan liabilitas pajak tangguhan akan dibalik (reverse) secara otomatis.
Dengan demikian, masuknya laba internal ke neraca konsolidasi dan pengakuan pajak tangguhan mengikuti prinsip matching (penandingan pendapatan dan biaya pada periode yang wajar) dan memastikan bahwa laporan keuangan tidak menampilkan laba fiktif karena transaksi intragrup.
Checklist Praktis Agar Angka Laporan Tetap “Sehat”
- Selaraskan target pajak & pelaporan: rancang kebijakan transfer pricing yang arm’s length sekaligus masuk akal untuk segmen (IFRS 8), sehingga kinerja operasional tidak “berdistorsi”.
- Proyeksi arus kas pajak & sensitivitas: uji skenario koreksi TP terhadap beban pajak, effective tax rate, dan covenant keuangan; terapkan IFRIC 23 bila ada ketidakpastian material.
- Perketat TP‑Doc Indonesia: pastikan Local File memenuhi butir baru PMK 172/2023 (layanan, harta tak berwujud, pinjaman/ transaksi keuangan)—siapkan respons cepat jika DJP meminta dokumen (batas 1 bulan).
- Kendalikan dampak persediaan: monitor persediaan intragroup akhir periode; perkirakan eliminasi laba belum terealisasi agar tidak “kaget” pada laba kuartalan/tahunan.
- Disclosure dan governance: dokumentasikan kebijakan, asumsi kritikal, dan rekonsiliasi segmen (IFRS 8) di catatan; hal ini memperkuat posisi audit dan kepercayaan investor.